Skip to main content

PEMBUATAN SEDIAAN OBAT DALAM BENTUK SUSPENSI

PEMBUATAN SEDIAAN OBAT DALAM BENTUK SUSPENSI - Setelah mempelajari tentang pembuatan sediaan obat dalam bentuk suspensi, peserta didik diharapkan mampu (1) mendeskripsikan pengertian dan contoh sediaan suspensi; (2) mengidentifikasi serta membedakan sediaan larutan dan suspensi obat; (3) menjelaskan tentang stabilitas suspensi; (4) menjelaskan tentang bahan pensuspensi; dan (5) menjelaskan cara pembuatan sediaan suspensi obat dengan benar.

Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari tentang larutan, yaitu cairan homogen yang mengandung zat kimia yang terlarut. Pada bab ini, kita akan mengenal suatu cairan yang mengandung zat kimia atau partikel yang tidak larut.

PEMBUATAN SEDIAAN OBAT DALAM BENTUK SUSPENSI
Gambar 2.1 Perbedaan larutan dan suspensi
Sumber : http://www.labsmk.com/2017/05/pengertian-larutansuspensidan-koloid.html

A. Definisi

Suspensi menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi merata dalam fase cair. Bahan obat atau zat yang terkandung di dalam sediaan suspensi harus terdispersi halus dan merata dalam cairan pembawanya, tidak mudah membentuk endapan dan apabila dikocok atau diaduk secara perlahan maka endapan harus dapat terdispersi kembali dengan mudah.

Sediaan suspensi yang sering ditemukan ada dua jenis, yaitu suspensi jadi dan suspensi segar. Suspensi jadi merupakan sediaan suspensi yang sudah diformulasikan berupa cairan dari pabriknya, seperti POLYSILANE® suspensi, salah satu obat maag dari pabrik pharos. Sedangkan suspensi segar adalah sediaan serbuk di dalam botol yang harus dicampurkan terlebih dahulu dengan pelarut tertentu sebelum digunakan. Suspensi jenis ini dikenal juga dengan istilan suspensi rekonstitusi atau dry suspensi, contohnya adalah sediaan antibiotik ERYSANBE® dry syrup yang mengandung erithromisina 200mg/5ml sirup kering.
Gambar 2.2 Polysilane Syrup
Sumber : Taufik, 2019 (Dokumen Pribadi)

Serbuk suspensi yang harus dicampurkan terlebih dahulu (rekonstitusi) dengan pelarut tertentu umumnya mengandung partikel atau zat aktif yang sifatnya tidak stabil dalam larutan dengan jangka waktu penyimpanan yang lama. Serbuk pada sediaan suspensi segar ini biasanya mengandung zat aktif, zat pensuspensi, pewarna, pemanis, dan pengaroma sehingga bila sediaan ini akan diserahkan kepada pasien, terlebih dahulu sediaan ini harus dicampurkan dengan pelarut yang cocok dan dikocok hingga homogen. Pada kemasan serbuk untuk suspensi (dry suspensi) harus tertera pada etiketnya :
1. Sebelum digunakan, larutkan atau suspensikan dahulu dalam cairan pembawa
2. Volume cairan pembawa yang diperlukan
3. Tanda “KOCOK DAHULU”
Suspensi yang beredar berdasarkan cara pemakaiannya dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Suspensi Oral

Suspensi oral adalah suatu sediaan cair yang penggunaannya melalui saluran pencernaan (diminum). Sediaan ini mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi merata dalam cairan pembawa air.

2. Suspensi Topikal

Suspensi topikal merupakan sediaan cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit, mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi merata dalam cairan pembawa yang sesuai. Suspensi topikal ini dikenal juga dengan istilah Lotio. Sediaan lotio memiliki karakteristik menyebar pada area kulit saat digunakan dan harus segera kering sehingga tidak mudah mengalir dalam pemakaian. Dalam formula lotio sering ditambahkan etanol 90% untuk mempercepat proses pengeringan dan memberikan rasa dingin saat pemakaian. Disamping itu, suspensi ini juga dapat ditambahkan gliserol untuk menjaga kelembapan kulit. Contoh sediaan suspensi topikal adalah Caladine® Lotion.

3. Suspensi Tetes Telinga

Suspensi tetes telinga merupakan sediaan cair yang pemakaiannya dilakukan dengan cara diteteskan pada telinga bagian luar. Sediaan ini mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi merata dalam cairan pembawa yang sesuai. Pada Farmakope Indonesia edisi III tercantum bahwa bahan pensuspensi yang digunakan adalah sorbitan, polisorbat, atau surfaktan lain yang cocok. Sebagai bahan pembawa pada sediaan ini sebaiknya bukan air, karena bahan obat pada sediaan tetes telinga harus dapat menempel dengan baik pada dinding telinga, sehingga konsistensinya juga harus kental. Disamping itu dengan adanya air pada telinga dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Bahan pembawa yang biasa digunakan untuk sediaan tetes telinga adalah gliserol dan propilenglikol. Contoh sediaan suspensi tetes telinga adalah Erlamicetine Ear Drop®.

4. Suspensi Tetes Mata (ophthalmic suspension)

Suspensi tetes mata merupakan sediaan cair steril yang ditujukan untuk penggunaan pada mata, mengandung partikel padat yang halus dan terdispersi merata dalam cairan pembawa yang sesuai. Partikel padat yang terkandung dalam suspensi ini harus sangat halus agar tidak menimbulkan iritasi dan menyebabkan goresan atau luka pada selaput mata. Pada sediaan tetes mata juga tidak boleh digunakan apabila bahan/partikel padatnya menggumpal atau mengeras. Contoh sediaan suspensi tetes mata adalah Cendo Xitrol eye drop®.

5. Suspensi untuk Injeksi

Sediaan ini merupakan suspensi steril serbuk dalam pembawa cair yang sesuai, ditujukan untuk penggunaan secara injeksi. Sediaan suspensi ini tidak boleh disuntikkan secara intravena atau intraspinal karena dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh vena atau cairan cerebrospinal. Sediaan suspensi ini dapat berupa cairan maupun serbuk yang harus dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai (rekonstitusi). Contoh sediaan suspensi injeksi adalah Zycortal Suspension®.
Gambar 2.3 Zycortal Suspension®
Sumber : https://soundcloud.com/wvc-vetce/zycortal-r-suspension-hidden

6. Suspensi lavement

Sediaan ini merupakan suspensi dalam pembawa yang sesuai ditujukan untuk penggunaan pada rektal/anus. Cairan pembawa yang digunakan biasanya adalah mucilago amyli.

B. Stabilitas Suspensi

Suspensi yang berkualitas atau stabil adalah sediaan yang memiliki sifat lambat terjadi pengendapan dan mudah terdispersi/homogen kembali dengan pengocokan ringan. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi stabilitas suatu suspensi antara lain :

1. Ukuran partikel

Suatu hal yang dapat dilakukan untuk memperlambat gerakan partikel dalam mengendap adalah dengan cara memperkecil ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, maka akan semakin kecil pula gerakan partikel tersebut turun kebawah untuk mengendap (lebih stabil). Ukuran partikel dapat diperkecil dengan cara digerus menggunakan mortir, mixer, homogenizer, dan lain-lain.

2. Viskositas

Viskositas atau tingkat kekentalan suatu cairan juga dapat mempengaruhi kecepatan aliran dari suatu cairan. Semakin kental suatu cairan, maka semakin kecil kecepatan partikel dalam bergerak. Sehingga partikel padat yang berada di dalam cairan yang kental akan lebih lambat turun kebawah untuk mengendap. Tetapi perlu diingat bahwa suatu suspensi tidak boleh terlalu kental agar sediaan dapat mudah dikocok dan dituang.

Pada Hukum Stokes dapat dilihat hubungan antara kekentalan dan kecepatan aliran pada suatu cairan.
Keterangan :
\[d = diameter \ partikel\]
\[\rho _{1}= berat \ jenis \ dari \ partikel\]
\[\rho _{2}= berat \ jenis \ cairan\]
\[g = konstanta \ gravitasi\]
\[\pi = viskositas \ cairan\]
\[V = kecepatan \ aliran\]
\[d = diameter \ partikel\]

3. Jumlah partikel

Jumlah partikel atau kosentrasi zat di dalam suatu sediaan sangat berpengaruh terhadap kestabilan suspensi. Semakin banyak zat atau pertikel yang terkandung dalam suspensi, maka kosentrasinya akan semakin besar pula, hal ini mengakibatkan partikel tersebut akan sulit bergerak bebas dan sering terjadi benturan antar partikel yang pada akhirnya mengakibatkan partikel tersebut akan semakin cepat turun menjadi endapan. Jumlah partikel atau kosentrasi ini tidak dapat kita kendalikan karena sudah
ditentukan oleh dokter sesuai jumlah yang ditulis dalam resep.

4. Sifat atau muatan partikel

Pada suatu suspensi dapat terdiri dari beberapa macam partikel yang sifatnya tidak sama. Hal ini menyebabkan kemungkinan dapat terjadinya interaksi antar bahan atau pertikel tersebut dan menghasilkan bahan yang sukar larut sehingga mempercepat terjadinya endapan. Hal ini tidak dapat kita ubah karena sifat bahan atau partikel tersebut sudah merupakan sifat alam.

Dalam pembuatan suspensi, keempat faktor tersebut dapat mempengaruhi stabilitas suatu suspensi dan perlu diperhatikan agar sediaan suspensi tidak mengalami agregasi. Beberapa upaya harus dilakukan agar partikel tidak cepat mengendap, kalaupun dalam jangka waktu lama partikel tersebut akhirnya mengendap, maka sebaiknya partikel tersebut dapat terdispersi merata kembali dengan pengocokan ringan.

Kondisi stabilitas fisik sediaan suspensi merupakan kondisi suspensi ketika partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistibusi merata dalam cairan pembawa. Partikel yang mengendap dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya membentuk compacted cake, atau lebih dikenal dengan istilah caking yang sulit untuk dapat terdispersi merata kembali, hal inilah yang dihindari dalam suatu sediaan suspensi.

Dapat kita cermati dari keempat faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas suspensi diatas, faktor kosentrasi dan sifat partikel merupakan faktor yang tetap dan tidak dapat kita ubah. Kosentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis di dalam resep, sedangkan sifat atau muatan partikel adalah sifat alam yang merupakan sifat alam.

C. Bahan Pensuspensi (Suspending Agent)

Upaya yang dilakukan agar menghasilkan sediaan suspensi yang stabil adalah dengan menambahkan bahan pensuspensi atau suspending agent. Bahan pensuspensi ini juga merupakan bahan yang dapat meningkatkan stabilitas suspensi. Suspensi agent ini terbagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Bahan pensuspensi alam

Golongan suspending agent ini berasal dari alam yang merupakan jenis gom/ hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang dan mengikat air sehingga membentuk mucilagi atau lendir. Mucilago yang terbentuk akan menaikkan viskositas dan meningkatkan stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH dan proses fermentasi bakteri. Contoh suspending agent golongan gom adalah :

a. Acasia (pulvis gummi arabici)

Bahan pensuspensi ini diperoleh dari getah/eksudat tanaman akasia (Acacia sp.), memiliki sifat dapat larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan bersifat asam. Mucilago yang terbentuk dari gom ini akan memiliki viskositas yang optimum pada pH 5-9, diluar pH tersebut viskositas atau kekentalan mucilago akan berkurang dan stabilitas suspensi dapat menurun. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri, sehingga pada pembuatan suspensi yang menggunakan bahan pensuspensi ini harus menambahkan bahan pengawet.
Gambar 2.4 Tanaman akasia
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Gom_arab

b. Chondrus

Bahan pensuspensi ini diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau girgantina mamilosa, memiliki sifat dapat larut dalam air, tidak dapat larut dalam alkohol, bersifat basa. Ekstrak dari chondrus disebut caragen, dan banyak digunakan dalam industri makanan. Ekstrak ini merupakan derivat dari sakarida sehingga medah dirusak oleh bakteri, oleh karena itu pada pembuatan suspensi juga membutuhkan tambahan bahan pengawet.
Gambar 2.5 Chondrus
Sumber: http://www.seaweed.ie/descriptions/chondrus_crispus.php

c. Tragacanth

Bahan pensuspensi ini diperoleh dari eksudat tanaman astragalus gummifera. Bahan ini mengalami hidrasi yang sangat lambat, sehingga sebaiknya dilakukan pemanasan agar terbentuk mucilago yang optimal dan lebih cepat. Mucilago yang terbentuk dari tragacanth lebih kental daripada mucilago dari gom arab. Mucilago tragacanth ini sangat baik digunakan sebagai bahan pensuspensi, tetapi tidak dapat digunakan untuk emulsi.
Gambar 2.6 Tragacanth
Sumber: https://www.healthbenefitstimes.com/tragacanth/

d. Algin

Bahan pensuspensi ini diperoleh dari spesies ganggang laut. Dipasaran banyak tersedia bentuk garamnya, yaitu natrium alginat. Bentuk garamnya ini bersifat dapat larut dalam air, dan mudah mengalami fermentasi bakteri, sehingga pada pembuatan suspensinya juga harus diberi tambahan bahan pengawet. Jumlah yang digunakan sebagai suspending agent adalah sekitar 1-2%.

Jika dicermati, suspending agent yang dapat membentuk mucilago dan juga berasal dari bahan alam ada yang bukan berasal dari golongan gom, yaitu tanah liat. Bahan dari tanah liat yang sering digunakan sebagai suspending agent adalah bentonit, hectorite, veegum. Kelebihan bahan ini sebagai suspending agent adalah dalam pembuatan suspensi tidak perlu penambahan bahan pengawet. Jika tanah liat dimasukkan ke dalam air, maka akan terjadi peristiwa tiksotrofi yaitu mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan pengocokan. Viskositas cairan akan meningkat dan suspensi yang terbentuk akan lebih stabil.

Tanah liat tidak larut di dalam air, sehingga untuk mencampurkannya ke dalam suspensi adalah dengan cari menaburkannya pada campuran. Kelebihan bahan pensuspensi tanah liat adalah tidak dipengaruhi oleh suhu/panas dan pertumbuhan bakteri, karena tanah liat merupakan senyawa anorganik dan bukan golongan karbohidrat.

2. Bahan pensuspensi sintesis

Golongan suspending agent ini bukan berasal dari alam yang merupakan buatan dengan meraksikan suatu senyawa. Bahan pensuspensi itu antara lain :

a. Derivat selulosa

Bahan pensuspensi yang termasuk dalam derivat ini adalah metil seslulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa, dan lain-lain. Bahanbahan ini tidak dapat diabsorbsi oleh usus halus serta tidak beracun sehingga banyak digunakan pula dalam bahan tambahan makanan. Selain dapat digunakan sebagai bahan pensuspensi, derivat ini juga dapat digunakan untuk laksansia dan sebagai bahan penghancur (desintegrator) dalam pembuatan sediaan tablet.

b. Derivat organik polimer

Bahan pensuspensi yang termasuk dalam derivat ini adalah Carbophol. Senyawa ini berupa serbuk putih sedikit larut dalam air, bersifat asam, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit. Senyawa ini hanya dibutuhkan sebanyak 1% untuk dapat menghasilkan suspensi dengan viskositas yang optimal. Senyawa ini sensitif terhadap panas dan elektrolit. Suhu yang tinggi atau dengan penambahan cairan elektrolit dapat menurunkan viskositas dari suspensi yang dibuat dengan bahan pensuspensi carbophol.
Gambar 2.7 Carbopol serbuk
Sumber: https://www.indiamart.com/proddetail/carbopol-940-polymerpowder-21176374112.html


Gambar 2.8 Gel Carbopol
Sumber: https://www.lubrizol.com/Personal-Care/Products/Carbopol-Style

D. Prosedur Pembuatan Suspensi

Sebelum melakukan pembuatan suatu sediaan suspensi, kita harus mengetahui beberapa metode dan sistem pembentukan suspensi agar menghasilkan sediaan dengan stabilitas yang optimal.

1. Metode pembuatan suspensi

Secara umum dalam pembuatan sediaan suspensi terdapat dua metode, yaitu :

a. Metode dispersi

Pada metode ini, suspensi dibuat dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian campuran tersebut diencerkan dengan air. Pada proses ini biasanya terjadi kesulitan pada proses mendispersikan serbuk ke dalam mucilago, hal ini disebabkan adanya udara, lemak, atau karena serbuk bahan obat yang terkontaminasi senyawa lain. Serbuk yang kemasukan udara dari luar (biasanya serbuk yang sangat halus) sangat sukar untuk dibasahi. Serbuk yang bersifat hidrofob ini perlu ditambahkan wetting agent atau zat pembasah untuk menurunkan tegangan antar muka partikel zat padat dan cairan pensuspensi.

b. Metode presipitasi

Pada metode ini, serbuk bahan obat dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut organik yang dapat bercampur dengan air, kemudian diencerkan dengan cairan pensuspensi sehingga terbentuk endapan halus yang tersuspensi. Langkah selanjutnya adalah mengencerkan dengan air hingga volume yang diinginkan. Pelarut organik yang dapat digunakan dalam metode ini adalah etanol, propilen glikol, polietilen glikol, dan lain-lain.

2. Sistem pembentukan suspensi

Suspensi dapat terbentuk dalam dua sistem, yaitu :

a. Sistem flokulasi
Suspensi dengan sistem flokulasi memiliki partikel yang terikat lemah satu sama lain, cepat mengendap, tetapi tidak terjadi cake (endapan yang keras) pada penyimpanan, dan dapat mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan ringan.

b. Sistem deflokulasi
Suspensi dengan sistem deflokulasi memiliki partikel yang memiliki ikatan kuat satu sama lain, lambat mengendap, tetapi jika sudah mengendap akan terjadi agregasi dan terbentuk cake yang keras dan sukar untuk tersuspensi kembali.
Tabel 2.1 Perbedaan sistem flokulasi dan deflokulasi
Sumber : Agustina Saptaning, 2013 (EGC Penerbit buku kedokteran)

E. Formulasi suspensi

Dalam proses pembuatan suspensi yang stabil ada 2 teknik yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Menggunakan structured vehicle yaitu menambahkan bahan pensuspensi untuk menjaga agar partikel tidak cepat mengendap dalam sediaan suspensi. Bahan yang dapat digunakan adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit.
2. Menggunakan sistem flokulasi dalam membentuk endapan yang mudah terdispersi kembali dengan pengocokan yang ringan. Suspensi yang ideal adalah suatu sediaan yang partikelnya lama mengendap dan mudah terdispersi kembali dengan pengocokan yang ringan. Cara pembuatan suspensi ini adalah :
1. Bahan obat diberi wetting agent atau zat pembasah dan medium pendispersi (biasanya air)
2. Ditambahkan larutan elektrolit, surfaktan atau polimer sebagai bahan pemflokulasi, sehingga diperoleh suspensi dengan sistem flokulasi
3. Ditambahkan structured vehicle agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap 4. Produk yang dihasilkan adalah suspensi yang lambat mengendap karena penambahan structured vehicle, tetapi sedimaen yang terbentuk dapat segera terdispersi kembali dengan pengocokan ringan.

F. Penilaian stabilitas suspensi

Parameter yang digunakan untuk menilai suatu suspensi dikatakan stabil antara lain :
  • Volume sedimentasi
Merupakan perbandingan volume sedimentasi akhir atau endapan (Vu) terhadap volume sediaan mula-mula dari suspensi sebelum mengendap (Vo).
  • Derajat flokulasi
Merupakan perbandingan volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) dengan sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc)
  • Reologi
Merupakan ilmu yang mempelajari tentang sifat alir suatu materi, baik zat cair, padat, maupun semi padat. Dalam hal ini digunakan untuk menentukan perilaku pengendapan dan mengatur perbandingan partikel dan zat pembawa agar sifat alir suspensi tetap baik (mudah dituang).
Gambar 2.9 Alat ukur sifat alir
Sumber: https://www.pngdownload.id/png-vd28sh/

  • Perubahan ukuran partikel
Dalam hal ini kita menilai apakah terjadi perubahan ukuran partikel menggunakan teknik freeze-thaw cycling, yaitu menurunkan suhu hingga larutan beku, lalu dipanaskan kembali hingga mencair kembali. Kemudian dilihat apakah partikel di dalam suspensi berubah menjadi kristal atau tetap pada bentuk partikel seperti semula. Suspensi yang baik adalah ketika tidak terjadi perubahan bentuk partikel.

LEMBAR PRAKTIKUM
Kelengkapan Resep
............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............
Obat Tidak Tercampur
.............................................................................................................................
............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............
Dosis Maksimum
............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ............


CAKRAWALA

Suspensi Penurun Panas

Tidak jarang orang tua akan panik jika anaknya yang masih balita mengalami demam. Dalam kasus ini, pada hari pertama anak mengalami demam, tindakan pertama adalah upaya untuk menurunkan suhu tubuh anak. Salah satunya adalah memberika sirup atau suspensi penurun panas anak.

Di pasaran banyak sekali jenis dan merk larutan maupun suspensi penurun panas yang tersedia. Pada kesempatan ini, penulis akan memberikan tips agar suhu tubuh anak dapat turun dengan segera. Jika anak yang demam merasa kedinginan, maka berilah selimut yang tidak terlalu tebal, karena selimut yang tebal dapat menghalangi panas keluar dari tubuh.

Pada kasus demam, rentan terjadi dehidrasi. Oleh karena itu, anak harus diberi cairan atau minum yang cukup. Selanjutnya suhu tubuh dapat diturunkan dengan mengkonsumsi obat penurun panas. Obat penurun panas untuk anak di pasaran terdapat beberapa jenis sediaan, salah satunya adalah dalam bentuk suspensi. Agar mendapatkan hasil yang cepat dan optimal dalam menurunkan suhu tubuh, maka disarankan untuk memilih suspensi obat penurun panas yang mengandung bahan obat dalam bentuk mikronisasi. Hal ini disebabkan oleh karena bentuk bahan obat yang halus (mikronisasi) dapat cepat diserap oleh tubuh, sehingga efek yang diinginkan dapat segera diterima.

RANGKUMAN

Suspensi adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang tidak larut dan terdispersi dalam fase cair. Bahan obat atau zat yang terkandung di dalam sediaan suspensi harus terdispersi halus dan merata dalam cairan pembawanya, tidak mudah mengendap dan apabila dikocok maka endapan dapat mudah terdispersi kembali. Suspensi yang beredar berdasarkan cara pemakaiannya dapat digolongkan menjadi Suspensi Oral, Suspensi Topikal, Suspensi Tetes Telinga, Suspensi Tetes Mata (ophthalmic suspension), dan Suspensi untuk Injeksi.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas suspensi adalah :
1. Ukuran partikel
2. Kekentalan (viskositas)
3. Jumlah partikel (kosentrasi)
4. Sifat atau muatan partikel
Bahan pensuspensi atau suspending agent merupakan bahan yang dapat meningkatkan stabilitas suspensi. Bahan pensuspensi ada yang berasal dari alam dan ada yang sintesis (buatan).

Suspensi secara umum dapat dibuat dengan 2 metode, yaitu metode dispersi dan metode presipitasi. Suspensi dapat diperoleh dalam 2 sistem, yaitu sistem flokulasi dan sistem deflokulasi. Stabilitas suspensi dapat dinilai dengan beberapa metode, yaitu :
1. Volume sedimentasi
2. Derajat flokulasi
3. Metode reologi
4. Perubahan ukuran

Demikian pembahasan pembuatan sediaan obat dalam bentuk suspensi, jenis jenis dan pengertiannya yang bisa kami paparkan kepada sobat semua. Semoga bermanfaat, ya.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar